Orang-orang berdoa dan menunjukkan rasa simpatinya setelah Kamis malam di luar rumah sakit Manama, di mana banyak para demosntran yang sedang menjalani pengobatan setelah serangan fajar oleh pasukan pemerintah atas perkemahan pengunjuk rasa yang menewaskan sedikitnya empat orang demonstran.
Enam orang telah tewas sejak pengunjuk rasa turun ke jalan sejak Senin menuntut reformasi dan perubahan monarki konstitusional. Bahrain adalah sekutu Amerika dan rumah bagi markas besar Angkatan Laut Armada Kelima AS.
Para pemrotes Syiah bermalam di tenda di ibukota Bahrain, Manama, untuk menggolkan tuntutan mereka bagi perubahan politik, setelah kerusuhan yang diilhami oleh aksi rakyat yang menggulingkan penguasa Tunisia dan Mesir.
Pemakaman direncanakan pada Rabu pagi untuk seorang pria yang tertembak hingga tewas ketika polisi dan orang yang berduka bentrok, pada Selasa (15/2), di satu acara pemakaman buat Ali Mushaima, pria yang berusia 22 tahun dan tewas sehari sebelumnya dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.
Saat malam datang Selasa, jumlah pemrotes yang berkemah di Bundaran Pearl di Bahrain berkurang jadi 1.000 orang dari sebelumnya 2.000 orang, kata beberapa saksi mata. Masih perlu dilihat apakah jumlah pemrotes akan bertambah atau berkurang selama Rabu. Beberapa orang harus kembali bekerja, setelah libur pada Selasa untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Demonstran dari masyarakat mayoritas Syiah di Bahrain mengatakan pemerintah, yang didominasi kaum Sunni, menghalangi mereka memiliki rumah, memperoleh layanan kesehatan dan pekerjaan di pemerintah.
Blok oposisi utama Syiah, Wafaq, yang memboikot parlemen memprotes penindasan oleh pasukan keamanan, menyatakan mereka berencana mengadakan pembicaraan dengan pemerintah pada Rabu. Para pemrotes mengatakan tuntutan utama mereka adalah pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Khalifa bin Salman al-Khalifa –yang telah memerintah negara Teluk itu sejak kemerdekaan pada 1971.
Perdana menteri tersebut, seorang paman Raja Hamad bin Isa al-Khalifa, diduga memiliki terlalu banyak tanah dan dipandang sebagai lambang kekayaan keluarga yang berkuasa.
Para pegiat mengatakan mereka juga mengingini pembebasan tahanan politik, tindakan yang telah dijanjikan pemerintah, dan undang-undang dasar baru.
Kemiskinan, tingginya angka pengangguran dan dugaan upaya oleh negara untuk memberi kewarganegaraan kepada orang asing yang berfaham Sunni guna mengubah keseimbangan demografis telah meningkatkan ketidak-puasan di kalangan pemeluk Syiah di Bahrain.
Sebanyak separuh dari 1,3 juta warga di kerajaan pulau kecil itu adalah orang asli Bahrain, sisanya adalah pekerja asing. Banyak pengulas mengatakan kerusuhan besar di Bahrain, tempat Armada Kelima Angkatan Laut AS dan pusat perbankan lepas pantai regional, dapat mendorong kaum Syiah yang tersisihkan di negara di dekat Bahrain, Arab Saudi, pengeksport terbesar minyak dunia.
Raja Hamad menyampaikan belasungkawa atas “kematian dua putra tercinta kita” dalam pidato yang ditayangkan televisi dan mengatakan satu komite akan menyelidiki pembunuhan itu. Bahrain, yang melakukan tindakan yang tampaknya bertujuan mencegah ketidak-puasan kaum Syiah bergolak dan tak terkendali, telah menawarkan pemberian santunan kontan sebesar 1.000 dinar Bahrain (2.650 dolar AS) per keluarga sebelum protes pekan ini.
Kaum Syiah, yang mayoritas, kerap mengeluhkan diskriminasi terhadap mereka. Kaum Syiah di Bahrain, dilarang menempati posisi penting di pemerintahan, kepolisian atau kemiliteran. Pemerintah juga dilaporkan merekrut banyak warga Sunni dari negara-negara di kawasan, yaitu Suriah, Pakistan dan Balukistan, untuk menjadi pasukan keamanan.
Mereka kemudian mendapatkan kewarganegaraan Bahrain dengan mudah. Disebutkan, ini adalah salah satu langkah Pemerintah untuk menandingi jumlah warga Syiah yang mencakup 70 persen dari populasi Bahrain. Diskriminasi pemerintah terhadap kaum Syiah membuat banyak warga Syiah marah.
Bahrain yang tanpa minyak memiliki angka pengangguran yang tinggi dan sedikitnya kesempatan bagi para pemuda. Ditambah lagi dengan perpecahan sektarian, dengan mayoritas populasi Syiah telah sejak lama menjadi warga kelas dua bagi para penguasa Sunni. Demikian yang dilansir situs CNN|Ade Mahendra||