Abdel Rahman Faris (30), adalah seorang blogger, dan ia juga salah satu dari beberapa aktivis muda yang berada di balik ide dan rencana mengadakan aksi sebuah demonstrasi kecil di ibukota Mesir, tepatnya di lapangan Tahrir Square, pada Selasa (25/01/2011) lalu. Faris mengajak pemuda Mesir melalui jejaring sosial internet, untuk mengadakan aksi unjuk rasa guna menuntut berakhirnya rezim Mubarak.
Namun siapa yang sangka hasilnya, di luar dugaan – puluhan ribu demonstran secara spontan akhirnya turun ke jalan di Kairo.
“Semua ini bisa saja terjadi bahkan dalam mimpi kita paling liar,” kata Faris. “Tujuan maksimum kami adalah mengerahkan 5.000 orang di sekitar Kairo. Kami bahkan tidak pernah berpikir kami akan membanjiri Tahrir dengan dukungan yang luar biasa.
Sangat sedikit orang di Timur Tengah bisa membayangkan bahwa rezim Mubarak – yang memerintah selama 30 tahun – akan digulingkan dalam 18 hari unjuk rasa, menyusul protes besar-besaran dan pemogokan di seluruh negeri di Mesir yang juga merupakan negara Arab yang paling padat penduduknya.
Bagaimanapun, Mubarak adalah model dan simbol stabilitas di Timur Tengah. Protes jalanan skala kecil telah menjadi pandangan umum dalam beberapa tahun terakhir, tetapi ini mudah diatasi oleh kekuatan aparat keamanan internal Mesir.
Pemberontakan yang terjadi di Mesir baru-baru ini, terinspirasi oleh kerusuhan serupa di tetangganya, Tunisia, pada bulan Januari lalu. Awal dari aksi unjuk rasa besar ini bermula saat sekelompok pemuda Mesir memposting ajakan demonstrasi di Tahrir Square, mereka menggunakan media sosial untuk mengajak anak-anak muda Mesir turut serta dalam aksi unjuk rasa ini.
“Kami tidak merencanakan demonstrasi yang terjadi di Tahrir [mulai bulan Januari].Kami hanya menemukan persamaan ide “kata Amr Salah, seorang pemuda berusia 25 tahun.
Salah dan Faris bertemu satu sama lain di sebuah protes kecil beberapa tahun yang lalu.
“Aku bermimpi bahwa kita bisa melakukan perubahan hal yang sama di Mesir,” kata Salah.
Salah sering mengadakan unjuk rasa kecil-kecilan dan aparat kepolisian sering menangkapnya karena dianggap mengganggu ketertiban umum, Pada tahun lalu, Salah menghilang ketika ia ditahan secara sewenang-wenang selama 30 jam atas aksinya yang sering mengecam pemerintahan – aparat keamanan tidak memberikan pemberitahuan untuk keluarganya yang ketakutan saat penangkapannya.
Faris juga pernah ditangkap setidaknya satu kali pada tahun 2005, kemungkinan besar, katanya, karena keluarganya termasuk gerakan Ikhwanul Muslim yang dilarang pemerintah.
Aksi dukungan rakyat meningkat saat seorang pemuda asal Alexandria bernama Khaled Said ditemukan tewas, diduga disiksa dan dibunuh oleh aparat polisi di kota terbesar kedua di Mesir.
Banyak rakyat Mesir simpati dengan Khaled, aksi dukungan atas Khaled langsung menyebar dengan terbentuknya forum peduli Khaled dengan ratusan ribu penggemar di FB hanya beberapa bulan.
“Sebelumnya, ketika kita mengajak para anak-anak muda untuk turun ke jalan melalui Facebook, kami tidak mendapatkan banyak respon. Tapi setelah kematian Khaled Said, orang-orang benar-benar mulai menunjukan rasa solidaritas, “kata Faris. “Halaman itu dapat dengan mudah mengumpulkan orang dalam kelompok online, karena itu semakin sulit untuk melakukannya di jalanan.”
Pada akhir tahun 2010, Anggota Dewan Revolusioner Pemuda Mesir mulai merencanakan protes solidaritas untuk Khaled Said untuk awal tahun 2011.
Anggota Dewan Pemuda Revolusioner sengaja memilih tanggal 25 Januari sebagai hari nasional kepolisian Mesir. Banyak rakyat mengajak melakukan penghinaan daripada memperingati pasukan keamanan yang ditandai dengan sejarah panjang kebrutalan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Tapi tak satu pun dari mereka membayangkan bahwa rencana mereka pada akhirnya akan memicu pemberontakan populer terbesar dalam sejarah modern Mesir.
Kelompok ini menggunakan kombinasi taktik terkoordinasi – termasuk penggunaan Facebook dan Twitter – untuk menipu pasukan keamanan dari niat ajakan unjuk rasa.
“Kami juga mengambil baterai HP kami, karena polisi memiliki kemampuan untuk mendengarkan bahkan ketika telepon tidak aktif,” kata Salah. Anggota kelompok setuju untuk tidak tidur di rumah mereka sendiri satu minggu sebelum protes 25 Januari.
Ketika hari itu tiba, ribuan aparat keamanan bersenjata sedang menunggu dengan posisi membenteng mereka di beberapa lokasi-lokasi penting di Kairo.
“Kami tahu polisi mengikuti kami sehingga kami menebarkan ajakan solidaritas melalui online,” kata Faris.
Para aktivis mengajak rakyat Mesir untuk melakukan gerakan bersama melawan kemiskinan, pengangguran, korupsi pemerintah, dan kekuasaan presiden Hosni Mubarak, yang telah memerintah negara itu selama tiga dekade dengan mengadakan aksi demonstrasi besar-besaran.
Tanggal 25 Januari adalah hari libur nasional untuk memperingati hari kepolisian, rakyat Mesir mulai turun ke jalan dalam jumlah besar. Mereka menyebutnya sebagai “Hari Kemarahan“ (The Day of ANGER). Kerusuhan ini di dukung beberapa kelompok oposisi yang terus-menerus berdemonstrasi membanjiri berbagai kota-kota di Mesir.
Kerusuhan selama 18 hari ini berhasil melengserkan tahta presiden Hosni Mubarak. Lalu siapa yang ada di balik rencana demontrasi besar itu? Tentu jawabannya adalah aktivitis muda dan internet.|GlobalPost|Heru Lianto|Ade|
Foto : GlobalPost