Pemimpin demokrasi Birma Aung San Suu Kyi telah memulai kunjungan politiknya yang pertama keluar kota asalnya, Rangoon, sejak ia dibebaskan dari tahanan rumah November tahun lalu.
Pemimpin demokrasi Birma Aung San Suu Kyi menyerukan persatuan pada hari Minggu ketika berpidato di hadapan kerumunan massa yang bersorak.
Ratusan orang berbaris di sepanjang jalan untuk menyambut pemenang Hadiah Nobel itu ketika berhenti di Bago dan Thanatpin selama perjalanan satu hari itu, yang terjadi tanpa insiden.
Aktivis berusia 66 tahun itu menyerukan persatuan dan minta rakyat untuk mendukung partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpinnya, yang oleh pemerintah militer sebelumnya dibubarkan sebelum pemilihan umum November lalu.
Pejabat dari partai NLD mengatakan akan dilakukan lebih banyak perjalanan di masa depan, meskipun ada peringatan Juni lalu dari pemerintah baru yang didukung militer bahwa perjalanan semacam itu bisa meletupkan kekacauan dan kerusuhan.
Disisi lain, sekelompok senator perempuan di Amerika telah menuduh militer Birma menggunakan tindakan pemerkosaan sebagai senjata perang, dan mendesak Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton menekan Pemerintah Birma untuk menghentikan praktek tersebut.
Dalam sebuah surat, Rabu (10/8) , kelompok bipartisan tersebut meminta Menteri Luar Negeri Hillary Clinton untuk mendukung pembentukan komisi penyelidik internasional atas kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Birma.
Surat tersebut mengutip sebuah laporan yang mengatakan, 18 perempuan etnis Kachin telah diperkosa beramai-ramai oleh pasukan pemerintah sewaktu pertempuran yang mengakhiri gencatan senjata selama 17 hari, dan mengatakan laporan-laporan serupa dari negara bagian Shan dimana sikap permusuhan kembali terjadi.
Senator Barbara Boxer dari Partai Demokrat dan Senator Kay Bailey Hutchison dari Partai Republik merupakan sebagian dari 13 penandatangan surat tersebut.
Para anggota kongres juga mengutip pemimpin oposisi Birma Aung San Suu Kyi yang mengatakan pemerkosaan digunakan di negaranya sebagai senjata oleh pasukan bersenjata, untuk mengintimidasi kelompok-kelompok etnis dan memecah belah Birma. Pemenang Hadiah Nobel itu menyampaikan pernyataan lewat sebuah pesan rekaman video dalam Konferensi Nobel Perempuan bulan Mei lalu.
Kelompok-kelompok HAM telah berulangkali mengutuk pihak berwenang Birma atas pelanggaran HAM kelompok-kelompok minoritas. Amnesti Internasional mengatakan pasukan pemerintah selama berpuluh-puluh tahun telah menggunakan pemerkosaan, penyiksaan, pemindahan paksa dan pembunuhan untuk mengintimidasi etnis minoritas menyudahi kampanye mereka bagi otonomi.|SWATT-Online|
Foto : CNN