Kejadian teror bom yang terus terulang, seperti bom bunuh diri di Gereja Bethel Indonesia Sepenuh (GBIS), Solo, menimbulkan pertanyaan terkait efektivitas penggunaan anggaran di sektor pertahanan dan keamanan. Padahal, anggaran bidang pertahanan dan keamanan terus naik.
“(Ternyata) Anggaran pertahanan dan kepolisian yang tinggi bukan solusi untuk menciptakan rasa aman dan menghentikan aksi radikal,” sindir anggota Komisi XI Maruarar Sirait.
Hal itu dikatakan Marurar dalam acara Pelantikan Taruna Merah Putih PDI Perjuangan Kab/Kota Bogor, di Gedung Wanita, Jalan Sudirman 21, Bogor, Minggu, (25/9/2011).
Politikus PDI Perjuangan ini juga meminta pemerintah tidak mencari kambing hitam setiap kali kebobolan dalam kasus ledakan bom. Pemerintah harusnya mencari akar masalah adanya terorisme.
“Dan yang paling penting pemerintah memberikan rasa aman kepada masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, sumber masalah terorisme adalah kesenjangan keadilan dan ekonomi yang terus terjadi. Tidak hanya itu, kurangnya penghayatan nilai-nilai Pancasila dan tidak masuknya lima dasar itu ke kurikulum pendidikan, menjadikan aksi radikal ini terus subur di masyarakat.
“(Solusinya), membuat Pancasila masuk dalam sistem pendidikan nasional. Jangan sampai ada ideologi yang tidak menerima pluralisme dan Pancasila ada di Indonesia,” cetus anak politikus senior Sabam Sirait ini. |dtc|