Analis politik yang juga widyaiswara (dosen) Lembaga Ketahanan Nasional Glenny Kairupan, MSc menilai tidak mungkin dalam suasana reformasi, TNI-AD melakukan tekanan-tekanan dalam kasus yang kini melanda Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
“Menekan-nekan dalam suasana reformasi dan kian membaiknya alam demokrasi, sudah tidak mungkin lagi, karena itu akan kontra-produktif dan jelas mudah disorot publik,” katanya di Jakarta, Minggu, terkait adanya tuduhan bahwa TNI-AD melakukan penekanan kepada pengurus PSSI di daerah.
Ia mengemukakan hal itu, terkait adanya tuduhan bahwa berbaliknya lebih dari 80 pemilik suara, dari 100 yang punya hak suara, dalam kongres PSSI yang tidak mendukung Nurdin Halid karena adanya tekanan dimaksud.
Salah satu kuasa hukum Nurdin Halid, Indra Sahnun Lubis kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/3) menuding militer turut campur dalam kisruh tersebut.
Menurut dia, mosi tidak percaya yang dilakukan Komite Penyelamatan Sepak Bola Nasional digalang oleh mereka dengan ancaman.
Sementara itu, KSAD Jenderal (TNI) George Toisutta bereaksi dituduh berada di belakang semua demonstransi penolakan Nurdin Halid sebagai calon ketua Umum PSSI 2011-2015 di seluruh Indonesia.
Menurut dia, tuduhan itu sangat keras, sekaligus mempertanyakan kenapa harus berbuat seperti itu. “Saya orang terhormat, Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Jauh lebih terhormat dari dia (Nurdin Halid). Saya tidak pernah menyerang siapa pun. Tapi jika ada yang menyerang duluan, saya akan luruskan,” kata Toisutta di Jakarta, Jumat (4/3).
Ia menilai, demonstrasi besar-besaran menuntut Nurdin dan kroni-kroninya “lengser” dari PSSI akibat kekecewaan publik pencinta sepak bola terhadap kinerjanya selama ini.
Menurut dia, publik sudah tidak sabar adanya perubahan di PSSI. “Itu akumulasi kekecewaan masyarakat yang sudah lama tertahan, akhirnya sekarang meledak. Kalau saya `ngapain` berbuat seperti yang dituduhkan itu,” katanya.
Sementara itu, mantan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Hayono Isman meminta Ketua Umum PSSI Nurdin Halid tidak menjegal kompetitornya dalam pemilihan ketua umum organisasi sepak bola Indonesia tersebut.
“Kalau Pak Nurdin mau dipilih kembali, ya… itu hak dia, dia maju, tetapi jangan menjegal orang lain karena itu bertentangan dengan semangat reformasi,” katanya di Komplek Kantor Wapres di Jakarta, pekan ini.
Menurut dia, kompetisi di alam demokrasi ini seharusnya dapat menghasilkan pemimpin yang lebih baik.
Ia mengatakan, di era sekarang ini PSSI seharusnya lebih demokratis dan terbuka kepada publik. “Karena PSSI kan miliknya publik, oleh karena itu di dalam melaksanakan konsolidasi organisasi PSSI jangan meninggalkan semangat reformasi,” katanya.
Ia menambahkan, dalam menentukan kepemimpinan PSSI seharusnya tidak ada intervensi baik oleh kepetingan politik maupun oleh pemerintah dan biarkan mekanisme kongres yang akan memilih.
“Kongres yang menentukan, mereka punya hati, punya nurani, biarlah kongres menentukan pemimpin PSSI ke depan, dan ini jangan dikebiri, tidak boleh ada kepentingan politik di dalamnya, tidak boleh ada kepentingan pemerintah, saya juga ingatkan kepada pemerintah jangan intervensi terlalu jauh,” katanya.
Menurut Glenny Kairupan, dengan berbagai perkembangan baru yang terjadi setelah adanya keputusan FIFA dan dinamika dalam masyarakat, khususnya masyarakat sepak bola di Tanah Air, semua pihak mestinya dapat melihat masalah yang ada di PSSI dengan lebih objektif.
“Jadi, adanya klaim-klaim PSSI itu, agar objektif semua informasi yang kiranya ditanyakan publik, sudah semestinya dibuka bersama untuk diuji kesahihannya,” katanya.
Ia juga berharap, rencana pertemuan antara Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Swiss, Djoko Susilo selaku wakil pemerintah dengan Presiden FIFA Joseph Sepp Blatter pada Selasa (8/3), juga akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kisruh di tubuh PSSI.(Antara)
FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma/Spt