Sekitar 6.000 orang gabungan dari pengusaha gula, pagawai pabrik gula, dan petani tebu di seluruh wilayah Jawa Timur (Jatim) turun ke jalan melakukan demo. Aksi ini dilakukan terkait kebijakan Kementerian Perdagangan bebaskan gula rafinasi di Indonesia.
Aksi massa ini dikonsentrasikan di dua titik yakni, kantor Gubernur Jatim di Jalan Pahlawan dan di kantor DPRD Provinsi Jatim di Jalan Indrapura Surabaya.
“Kami minta maaf kepada warga kota dan pengguna jalan umumnya. Karena, aktifitas berkendara akan terganggu,” kata Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Arum Sabil, Selasa, 21 Desember 2010. Dia berjanji aksi ini akan berjalan tertib dan damai.
Dikatakan, konsentrasi massa diawali dengan berkumpul di sejumlah tempat yang telah ditentukan. Kemudian serentak bergerak menuju dua titik lokasi aksi. Sabil menambahkan aksi yang dilakukan murni bentuk keprihatinan dan kekecewaan pengusaha, pekerja dan petani tebu di Jatim dengan adanya kebijakan yang dinilai melenceng dan merugikan rakyat.
Sabil menjelaskan, rencana pemerintah yang tertuang dalam SK Menperindag Nomor 527 Tahun 2004 tentang Tata Niaga Gula, tidak hanya merugikan petani tebu. Sejumlah pabrik gula juga akan mengalami gangguan. Imbasnya, kata dia, akan terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran. Petani juga akan kelimpungan. Serta mempengaruhi ketergantungan Indonesia dengan negara luar pengekspor gula.
“Petani tebu, pabrik gula dalam negeri akan terkena dampak, karena tidak mampu bersaing dengan membanjirnya gula rafinasi. Rentetan itu akan semakin panjang. Memukul masyarakat secara langsung sebagai pengkonsumsi gula serta industri lainnya,” urai Sabil.
Jutaan Orang Terancam
APTRI meminta Gubernur Jatim Soekarwo bertindak tegas menolak kebijakan perdagangan bebas gula rafinasi. “Ini saatnya gubernur tampil didepan sebagai pembela rakyat. Berani menolak rencana revisi SK Menperindag Nomor 527 Tahun 2004 tentang Tata Niaga Gula,” kata dia.
Sabil mengatakan, jika kebijakan itu diterapkan akan merugikan petani tebu, pekerja atau buruh di sektor gula serta masyarakat umum lainnya.
“Bayangkan, kalau itu sampai terjadi. Pabrik gula akan tutup, petani rugi, pekerja di PHK. Dan, rentetannya ribuan keluarga petani dan buruh pabrik juga akan menanggung akibatnya. Lebih menyedihkan Indonesia akan menjadi ketergantungan dengan negara pengimpor gula,”
terangnya.
Sabil menghitung, jumlah petani tebu di Indonesia mencapai 900 ribu orang. Karyawan di 58 pabrik gula rata-rata sebanyak 5 ribu, serta sejumlah keluarga yang ditanggung akan menerima akibatnya.
“Artinya, kebijakan itu mengancam hidup 3,5 juta orang. Dan, itu sekitar 45 persen berada di Jatim sebagai penghasil utama gula nasional,” urai Sabil.
Selebihnya, Sabil juga mengkritik lemahnya ‘perjuangan’ wakil rakyat di Komisi VI DPR RI saat membahas rencana revisi SK Memperindag No
527/MPP/Kep/9/2004 tentang ketentuan impor gula.
“Saya heran, mereka, wakil rakyat kenapa hanya diam. Saat itu tidak ada sanggahan sama sekali. Artinya, mereka melegalkan gula rafinasi.
Apa mereka tidak sadar, kebijakan itu mengancam petani tebuh dan industri gula nasional,” kritiknya.
Terkait itu, APTRI mengajak semua elemen bersama-sama menyuarakan kepentingan nasional. Karena, jika diam, sama halnya melegitimasi semua yang tlah direncanakan oleh Menperindag.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengungkapkan rencana revisi SK Menperindag Nomor 527 Tahun 2004 tentang Tata Niaga Gula. Gula rafinasi yang untuk industri bisa masuk ke pasar konsumen umum. Dengan syarat, produksi gula kristal putih tidak mencukupi.
Sementara, terkait adanya aksi massa petani, untuk menjaga ketertiban dan keamanan sedikitnya 900 personel polisi dari Polrestabes Surabaya disiagakan.
“Jumlah itu gabungan Brimob dan Samapta Polda Jatim, Polrestabes Surabaya dan polsek jajaran. Polisi juga menurunkan sejumlah kendaraan taktis termasuk mobil kawat berduri,” kata Kasubag Humas Bag Ops Polrestabes Surabaya Kompol Wiwik Setyaningsih.
Sumber: vivanews.com