
Alun-alun di depan Masjid Rabiah al-Adawiyah, Kairo, kemarin, bersimbah darah pendukung presiden terguling Mesir, Muhammad Mursi.
Ribuan orang tak kuasa menghadapi keganasan tentara yang tanpa rasa menembaki rakyatnya.
Kepanikan menyeruak ketika militer yang dilengkapi kendaraan lapis baja merangsek untuk membubarkan unjuk rasa. Kematian pun unjuk kuasa ketika berondongan senjata membabi buta menembus massa.
Demonstran yang menggelar aksi duduk di depan masjid bertumbangan meregang nyawa.
Itulah tragedi kemanusiaan yang menimpa massa Ikhwanul Muslimin paling memilukan sejak Mursi dilengserkan tentara pada 4 Juli silam. Sedikitnya 75 pendukung Mursi tewas. Al Jazeera Mesir bahkan menyebutkan jumlah korban meninggal mencapai 120 orang dan sekitar 4.500 lainnya terluka.
Bulan Ramadan semestinya menjadi ajang perlombaan berbagi kasih. Namun di Mesir, pada bulan suci ini justru terjadi pentas berdarah-darah dan arena bagi tentara untuk memamerkan kebengisan.
Sebelumnya, pada 8 Juli silam, di depan Kantor Garda Republik dengan cara yang sama, 53 orang tewas. Belum lagi insiden-insiden kecil lainnya.
Para saksi mata tragedi kemarin mengatakan, pada pukul 03.00 waktu setempat atau 08.00 WIB, polisi hanya menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Namun, tak lama berselang, peluru tajam dihamburkan. Demonstran hanya bisa melawan dengan batu. “Banyak penembak jitu di atap-atap gedung dan jembatan. Saya bisa merasakan peluru berdesingan melewati saya,“ ungkap Ahmed el Nashar, 34, sambil berurai air mata. “Orang-orang lantas bertumbangan,“ imbuhnya.
Para aktivis membawa korban ke rumah sakit darurat di sekitar masjid dengan papan atau selimut. Seorang remaja terlihat tergeletak di lantai dengan lubang peluru di kepalanya. Dr Ibtisam Zein, petugas permakaman Ikhwanul Muslimin, mengatakan sebagian besar korban tewas tertembak di kepala, sebagian lainnya di mata.
Tidak gentar Meski sudah jatuh banyak korban, penentang pemerintahan sementara Mesir yang ditunjuk militer tak lantas ciut. “Mereka (tentara) menembak bukan untuk melukai, mereka menembak untuk membunuh. Akan tetapi, kami akan terus melakukan protes damai,“ kata jubir Ikhwanul Muslimin Gehad El-Haddad.
Para aktivis Ikhwanul Muslimin pun memperingatkan bakal terjadi pertumpahan darah jika militer tidak mundur. “Kami akan tetap di sini sampai mati, satu per satu,“ tegas Ahmed Ali, 24. Ali yang tengah merawat korban luka tampak sangat emosional. “Kita sudah menyaksikan Aljazair dan Suriah. Kami tidak ingin terjadi perang sipil.“
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton meminta semua pihak di Mesir menahan diri. Seruan yang sama diutarakan Menlu Inggris William Hague.
Namun, tentara kukuh pada sikapnya. Dua hari lalu, pemimpin militer Mesir Jenderal Abdel Fattah al-Sisi bahkan berpidato meminta rakyat Mesir memberi pasukannya mandat untuk menghentikan kekerasan di negerinya. (lian/sol/mi)