
KEDATANGAN puluhan warga penganut Islam aliran Sunni dari Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Senin (23/9) ke tempat pengungsian warga Islam beraliran Syiah di di Rusunawa Kompleks Puspa Agro Jemundo Sidoarjo, telah mengakhiri konflik horizontal yang telah berlangsung selama setahun lebih.
Kunjungan Islam Sunni tersebut juga mengajak untuk berdamai, ditandai dengan pembacaan deklarasi rakyat antara kedua komunitas.
Isinya tidak lain adalah, keduanya ingin hidup rukun dan saling berdampingan kembali sesama warga Madura.
Dan yang menarik, perdamaian tersebut murni inisiatif warga tanpa dijembatani keluarga, pemerintah, ataupun ulama yang berpengaruh di Madura.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sampang, KH Buchori Maksum pun mengaku tidak tahu menahu soal pemberitaan islah (perdamaian) antara warga Sunni (dalam hal ini NU Sampang) dengan warga Syiah.
“Itu semua rekayasa dan manipulasi. Tidak ada yang hadir dengan menyebut islah (rekonsiliasi) tanpa kehadiran ulama dan umara,” kata Kiai Buchori Maksum sebagaimana dikutip hidayatullah.com, Selasa (24/09/2013).
Menurut Buchori, masyarakat Madura berbeda dengan masyarakat lain, di mana ummatnya begitu hormat dan taat pada para ulamanya.“Ibaratnya, jika ada daun-daun yang jatuh di Madura, ulamanya pasti tahu,” tambahnya.
Ia juga merasa heran, mengapa ada acara sepenting ini, ulama-ulama Madura dan para umara (pemimpin pemerintah) tidak tahu-menahu. Dirinya juga mengklaim, sebelumnya, bersama para tokoh, ulama/habaib dan umarah, pihaknya sudah menyusun masalah ini dengan berhati-hati. Bahkan sudah disampaikan draft tertulisnya kepada Presiden Yudhoyono.
Lain halnya pandangan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila, ia justeru memberikan apresiasi bagi kedua kelompok yang telah melakukan rekonsiliasi tersebut.
“Islah (perdamain) hasil inisiatif pihak yang berkonflik itu, suatu keindahan luar biasa yang dipertontonkan. Proses-proses rekonsiliasi ini bisa jadi model penyelesaian konflik lain terutama soal kebebasan beragama,“ kata Siti sebagaimana dinukil Koran Media Indonesia, Rabu (25/9/2013)
Menurutnya, siapa pun yang menginisiasi, suatu hal yang pasti proses pelaksanaan rekonsiliasi itu menunjukkan keindahan. Hal ini, jelasnya, membuktikan masyarakat juga bisa mengembangkan kearifan lokal yang dimiliki untuk menyelesaikan suatu sengketa atau konflik, tanpa harus ada kehadiran pemerintah.
Tapi di sisi lain, ujarnya, pemerintah punya kewajiban memberi perlindungan. “Tak perlu ditutupi kalau pemerintah tak ada dalam proses islah itu. Ini kultur yang dibangun dengan baik,” terang Siti.
Menurutnya, pemerintah dalam konteks kepercayaan atau keagamaan ke depannya, idealnya cukup memberikan ruang dan lingkungan yang berbasis saling penghormatan berdasarkan keyakinan beragama. “Pemerintah cukup memberi perlindungan untuk semua,“ pungkasnya.
Hal senanda juga dikatakan Forum Generasi Muda NU (FGMNU) Sampang. Forum tersebut menyatakan menyambut baik penandatanganan kesepakatan itu.
Ketua FGMNU Sampang, Ali Wafa mengatakan sikap warga yang bersedia menerima kembali pengikut Syiah itu untuk pulang ke Blu’uran dan Karanggayam, merupakan sikap yang patut dihargai. Sebab, sikap tersebut menunjukkan kedewasaan mereka dalam bermasyarakat.
“Semoga ini menjadi awal yang baik untuk ketenteraman di kedua desa yang selama beberapa tahun terkotak-kotak oleh perbedaan aliran,“ kata Ali.
Ketua Komunitas Qalal Faqih Madura, KH Nur Layli meminta komunitas Syiah mau berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Sebab, salah satu hal yang memperparah perbedaan itu, karena komunitas Syiah menutup diri akibat munculnya bibit penolakan dari kelompok Sunni di kedua desa dan desa lain di sekitarnya.
Selain itu, Zaini, salah satu penanda tangan piagam perdamaian, menjelaskan, misi dari Forum Deklarasi Islah dan Publikasi Piagam Perdamaian adalah mengajak pengungsi pulang.
“Piagam dibuat atas permintaan masyarakat yang justru kebanyakan dari mereka yang dulunya orang-orang yang menyerang kami. Mereka sekarang menjemput kami untuk kembali pulang. Saatnya pemerintah mengupayakan jaminan keamanan agar kami warga Sampang bisa kembali damai,“ ujar Zaini. (sol/kmi/hid)