
Seorang wartawan media Suara Demokratis Burma (DVB) ditahan karena bekerja untuk sebuah media yang dilarang di Burma. Dia adalah Sithu Zeya, berusia 21 tahun.
Zeya – panggilan akrabnya – ditahan karena merekam gambar di lokasi peledakan bom April 2010 saat festival lempar air menandakan Tahun Baru Budha di Yangoon, April 2010.
Sebelumnya dia divonis hukuman delapan tahun penjara tahun penjara karena melanggar undang-undang komunikasi, pada bulan Desember 2010.
Tetapi laporan terbaru menyebutkan hukumannya ditambah menjadi 18 tahun penjara.
“Sithu Zeya mendapat tambahan 10 tahun penjara di bawah UU Elektronik oleh pengadilan distrik timur Burma, Rabu (14/09),” kata Aung Thein, kuasa hukum Zeya kepada kantor berita AFP.
Aung Thein menambahkan pihaknya akan mengajukan banding.
”Tidak ada bukti yang kuat dalam kasus ini,” katanya.
Mencemooh HAM
Sithu Zeya dianggap melanggar undang-undang karena mengirim informasi ilegal kepada media yang dilarang dan melanggar imigrasi.
Lembaga pengawas media Reporters Without Borders mengkritik hukuman tersebut dengan menyebutnya ”biadab dan tidak dapat diterima”.
Reporters Without Borders juga mempertanyakan upaya pemerintah baru Burma yang sebelumnya menyatakan ingin mengubah kesan.
Sejak pemilihan umum tahun lalu, Burma kini dipimpin oleh pemerintahan sipil, tetapi sejumlah pejabat tingginya masih dipegang oleh rezim militer.
”Bagaimana bisa pemerintah Burma mengklaim telah berada dalam jalur menuju demokrasi ketika sistem pengadilannya justru mencemooh hak asasi manusia yang mendasar,” kata kelompok ini seraya menambahkan bahwa UU Elektronik sebagai ”salah satu dari undang-undang pembunuh kebebasan di dunia.”
Hukuman bagi Sithu Zeya juga berlaku untuk ayahnya, Maung Maung Zeya, yang ikut saat merekam gambar di lokasi ledakan di Rangoon. Dia dihukum 13 tahun penjara awal tahun ini.
Pada Mei silam, Suara Demokratis Burma (DVB) meminta dunia internasional melakukan tekanan bagi Burma untuk membebaskan 17 wartawannya yang di penjara di negara tersebut.|BBC|SWATT-Online|