Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Yukiya Amano mengatakan dunia masih akan membutuhkan tenaga nuklir meski terjadi krisis di PLTN Fukushima di Jepang.
Amano mengatakan banyak negara meyakini PLTN diperlukan untuk mengatasi pemanasan global. Dan, ia untuk pertama kalinya mengunjungi PLTN Fukushima sejak pembangkit listrik ini mengalami kerusakan parah akibat gempa dan tsunami.
Ia mengatakan pihaknya mendukung rencana pemerintah Tokyo menutup PLTN ini pada Januari mendatang.
Sejak bencana alam merusak tiga reaktor PLTN Fukushima, masyarakat internasional terlibat debat seru mengenai masa depan PLTN.
Jerman mengumumkan rencana untuk tidak memakai energi nuklir sama sekali, dan Perdana Menteri Jepang Naoto Kan melempar wacana Jepang yang bebas nuklir.
Setelah bertemu PM Kan, hari Selasa kemarin, Amano mengatakan, “Jelas bahwa jumlah reaktor nuklir akan bertambah, meski tidak sebesar rata-rata sebelumnya.”
“Beberapa negara termasuk Jerman melakukan kajian ulang kebijakan nuklir mereka, namun banyak negara lain meyakini nuklir bisa mengatasi masalah seperti pemanasan global. Makanya memastikan keamanan dan keselamatan nuklir ini sangat penting,” papar Amano.
“Jelas bahwa jumlah reaktor nuklir akan bertambah, meski tidak sebesar rata-rata sebelumnya,” tambahnya sebagaimana dilansir situs Techae.
Yukiya Amano
Para pejabat IAEA memperkirakan ketergantungan dunia terhadap tenaga nuklir akan meningkat karena China dan India ingin segera mewujudkan program nuklir mereka.
IAEA mengatakan pada 2009, 12 PLTN mulai dibangun, sembilan di antaranya berada di China.
Di Jepang, fasilitas pendingin di PLTN Fukushima rusak akibat gempa dan tsunami yang pada akhirnya menyebabkan ledakan dan kebocoran bahan radioaktif. Selain itu, dari peristiwa ini juga ribuan orang diungsikan dari kawasan di sekitar PLTN.
Dalam sepekan terakhir para pejabat Jepang mengatakan kerusakan di fasilitas pendingin telah diperbaiki dan mengklaim PLTN ini akan berhenti beroperasi pada Januari.
Krisis nuklir ini tidak memakan korban jiwa, namun gempa dan tsunami yang meratakan kota dan desa di Jepang timur laut menewaskan lebih dari 15.000 orang.
Sekarang, Jepang kesulitan pulih dari bencana dan perdana menteri di bawah tekanan untuk mundur. Tentu saja, tekanan ini membuatnya sulit untuk memimpin upaya pemulihan.| SWATT Online|
Foto : Techae